Pagi yang cerah. Matahari belum lagi sepenggalah naik. Semburat keemasan membayang di horizon timur, memberi kehangatan yang menyaksikan momen indah itu. Pagi nan tenang, namun tidak di desa tempat sebuah mahakarya keajaiban dunia kerajaan Animal dibangun. Tukang kayu, tukang bangunan, dan mandor sibuk bekerja 24 jam mengejar tenggat waktu proyek besar tersebut. Suara batu dipecah, disusun, tanah liat dituang, ditimpali suara kayu yang tengah dipotong dan denting besi beradu. Seolah tak mau kalah, suara para mandor meneriaki para tukang memastikan semua dikerjakan sesuai rencana pembangunan. Tak kalah sibuknya di pasar desa, para pedagang memastikan aliran semua sumber daya yang dibutuhkan memenuhi gudang dan lumbung besar sesuai kebutuhan.
Di tengah hiruk pikuk ribuan orang tersebut, terlihat seseorang berkeliling menunggangi kudanya, mengamati proyek pembangunan keajaiban dunia tersebut. Dilihat dari corak jubahnya yang mewah, berbahan tebal dan halus, harum, dan nyaris tanpa kerutan, mudah disimpulkan bahwa dia adalah Pangeran kerajaan.
“Selamat pagi, Deka, saudaraku,” sambut seseorang dengan penampilan dan wajah sama persis dengan sang penunggang kuda, mengesankan keduanya adalah saudara kembar, hanya saja lebih banyak kerutan di pakaian orang kedua itu yang menunjukkan bahwa orang kedua ini lebih sering berada di lokasi proyek setiap harinya.
Pangeran Deka pun menghampiri sumber suara lalu turun dari kudanya, memeluk orang yang menyapanya. “Bagaimana perkembangan pembangunan proyek besar kita Bobi, saudaraku?” tanyanya.
Pangeran Bobi tersenyum. “Pembangunan telah mencapai 97 persen, Dek. Sebentar lagi kita akan melanjutkan ke tahap ke-98. Seluruh sumber daya yang dibutuhkan telah siap.”
Pangeran Deka tersenyum puas. “Terima kasih Bob, kau benar-benar bisa aku andalkan.”
Setelah berbincang sebentar mengenai keluarga dan perkembangan kabar kerajaan, Pangeran Deka kembali berkeliling area proyek, sementara Pangeran Bobi memerintahkan pembangunan keajaiban dunia ke tingkat 98.
Keriuhan selanjutnya adalah suara kayu, tanah liat, dan besi dikeluarkan dari gudang, dipindahkan ke lokasi proyek. Gandum pun dikeluarkan dari lumbung besar, yang segera disambut oleh para koki yang akan memasak makanan bagi para pekerja.
Pangeran Deka menyaksikan dalam sekejap mata hampir seluruh isi gudang telah dikosongkan. Dan demi melihat bahwa sama sekali tidak ada besi tersisa di gudang berkapasitas 1 juta unit tersebut, tiba-tiba sebuah kekhawatiran menyeruak di benak Pangeran Deka. Bergegas dipacunya kudanya meninggalkan area pembangunan, kembali ke arah istana.
Memasuki gerbang pertama kompleks istana, dia tidak memacu kudanya lurus ke istananya, melainkan berbelok ke kiri lalu mengikuti tangga batu yang mengarahkannya ke sebuah kastil kecil di bukit, agak jauh di belakang istana. Dia tahu pasti pada jam seperti itu, orang yang ia cari pasti tengah berada di kastil utama kesayangannya untuk menikmati matahari terbit. Dan benarlah, perempuan pecinta cahaya matahari pagi itu tengah bercengkerama dengan tanaman bunga di depan kastil “New Dawn” miliknya.
“Budhe,” sapa Pangeran Deka setelah turun dan menambatkan kudanya.
Yang disapa dengan panggilan ‘budhe’ itu adalah bibi sang pangeran, dan tak lain adalah ibu suri kerajaan. Perempuan itu menghentikan aktivitas merawat tanaman bunganya, lantas menghampiri pangeran Deka. Matanya menangkap kekhawatiran yang terpancar dari tatapan sang Pangeran.
“Pangeran, ada ‘wigati’ apakah gerangan sepagi ini sudah sampai ke kastil New Dawn ini?”
“Ini Budhe,” papar Pangeran Deka. “Tadi aku melihat bahwa untuk menaikkan keajaiban dunia kita ke level 98, besi sebanyak sejuta unit telah habis terkuras. Aku khawatir gudang kita tidak memadai untuk menyelesaikan proyek keajaiban dunia kita hingga seratus persen. Perlukah kita tingkatkan kapasitas gudang kita di sana Budhe?”
“Oh, itu…” Ibu suri pun tersenyum. “Sebentar…”
Dipersilakannya Pangeran Deka duduk di serambi kastilnya, dan ia pun masuk mengambil sesuatu dari perpustakaan pribadinya.
“Ini pangeran,” Ibu suri membuka gulungan berisi rancangan pembangunan keajaiban dunia, lengkap dengan informasi seluruh sumber daya dan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pembangunan di tiap tahapannya.
“Oh jadi hingga selesai sempurna keajaiban dunia ini, tidak akan bertambah lagi kebutuhan besinya hingga melebihi sejuta ya Budhe… Begitupun sumber daya yang lain, kebutuhan terbesarnya pas sejuta sumber daya rupanya…” Pangeran Deka menyimpulkan.
“Benar, Pangeran,” jawab Ibu suri seraya tersenyum.
Setelah berterima kasih, Pangeran Deka pamit meninggalkan kastil ‘New Dawn’ untuk kembali ke kompleks utama Istana kerajaan Animal. Sementara Ibu suri, kembali duduk di serambinya, membaca gulungan naskah lain yang tadi juga diambilnya dari pustaka pribadinya.
…
Ibu Suri masih membaca gulungan naskah kedua tersebut sambil mencoretkan beberapa catatan kecil di dalamnya, ketika seorang dengan penampilan seperti Pangeran Deka mengunjunginya. Hanya saja, wajah dan perawakannya mengesankan bahwa pangeran satu ini lebih muda dari Pangeran Deka.
“Selamat datang, Pangeran William,” sapa Ibu suri.
Pangeran William tersenyum dan menyapa Ibu suri. “Bu, ada yang ingin saya tanyakan,” ujarnya kemudian. Tak seperti kakaknya, Pangeran William lebih memilih memanggil ‘Ibu’ ke Ibu suri.
“Silakan, Pangeran…”
“Bu, berapa sumber daya yang kita butuhkan untuk membangun keajaiban dunia kita hingga paripurna? Tadi saya lihat sejuta unit besi hanya cukup untuk menaikkan ke tahapan ke-98 sekarang ini…”
Ibu suri berusaha menahan tawa. Kalau saja tidak ada tradisi kerajaan yang membatasinya, ingin rasanya ia tertawa lepas sambil mengucak kepala Pangeran William. ‘Ah, kalian anak muda, hilang ke mana kebiasaan membaca kalian?” keluhnya. “All what you need is just reading…”
Sambil tersenyum dibukanya kembali gulungan naskah pertama dan ia tunjukkan ke Pangeran William.
“Pangeran, bukankan salinan gulungan ini sudah dimiliki oleh ketiga pangeran, putri, beserta jendral yang terlibat dalam pembangunan keajaiban dunia ini?” tanya ibu suri yang segera dijawab dengan dipamerkannya deretan gigi sang pangeran. Kali ini, ibu suri tak mampu lagi menahan tawanya, dan tertawa bersamalah mereka berdua pada akhirnya.
…
Setelah Pangeran William pergi, ibu suri kembali duduk di serambinya. Ia teringat perkataan Pangeran Deka sebelum ia kembali ke istana pagi tadi.
“Budhe, selama ini aku selalu mengikuti naluriku. Dan baru kali ini ternyata naluriku salah…”
Ibu suri menatap wajah Pangeran Deka, mencoba mencari interpretasi kalimatnya barusan.
“Maksudku, ketika aku berpikir bahwa kita akan menang, maka biasanya yang terjadi memang kemenangan. Dan kadang aku merasa bahwa banyak tanda menunjukkan bahwa kita akan kalah, maka setidaknya kita bisa lebih siap menghadapi kekalahan yang kita dapatkan sesudahnya,” papar Pangeran Deka. “Tapi baru kali ini, Budhe, naluriku mengatakan kita akan kalah, tapi ternyata malah menang…”
Ibu suri tersenyum. Kerajaan Animal yang tengah membangun keajaiban dunianya bersama sekutunya, Squadron Selatan, memang hampir dipastikan akan berhasil menyelesaikan keajaiban dunianya tanpa ada hambatan berarti dari saingannya, kerajaan-kerajaan yang tergabung dalam Aliansi Alpha. Gulungan naskah berisi daftar kekuatan lawan yang disusun oleh seorang anggota polisi militer kerajaan memastikan tidak ada kekuatan lagi yang berpotensi besar menggagalkan selesainya keajaiban dunia ini dibangun.
Tapi ia tetap membangun kewaspadaan. Gulungan naskah yang tengah ia beri coretan-coretan kecil adalah peta kekuatan aliansi kerajaan-kerajaan yang tergabung dalam Squadron Selatan, yang akan digunakan untuk menyusun rencana peperangan terakhir melawan aliansi Alpha.
“Pangeran, ingatkah dirimu ketika di awal perjalanan kerajaan ini bersama para sekutunya, seorang penyair pengelana mengolok-olok aliansi ini sebagai pemimpi?” tanya ibu suri.
“Ya Budhe, memang layak kita disebut pemimpi saat itu, mengingat peta kekuatan yang sangat tak berimbang di masa-masa awal,” sahut Pangeran Deka.
“Oh, bukankah sampai saat ini pun kita masih berperan sebagai pemimpi?” Ibu suri mengingatkan.
Pangeran Deka terhenyak. Sesaat ia tak memahami maksud perkataan ibu suri. Tapi kemudian ia tersenyum. Tidak ada yang luar biasa dari kerajaan Animal dan Squadron Selatan. Dirinya, Bobi saudara kembarnya, William si bungsu di keluarganya, beserta seluruh sahabat dan orang-orang yang berjuang bersamanya, sama sekali bukan makhluk dengan kekuatan super untuk memenangi persaingan dunia dalam membangun keajaiban dunia.
“Benar, Budhe,” ujar Pangeran Deka akhirnya. “Tapi justru mimpi yang kita punya itulah, yang membawa kita semua sampai ke sini…”
Pangeran Deka menghela nafas. Pandangannya menerawang. Dia masih ingat benar ketika semua mimpi-mimpi ini berawal…
ps. penggalan menjelang akhir ts1. jadi lucu ketika pemilik WW ternyata tak menguasai plan pembangunan ww nya

piss dek, will

ini adalah prolog untuk cerita lengkap yang akan ditulis kemudian
Bookmarks